Walaupun Berstatus Keturunan Nabi, Quraish Sihab Enggan dipanggil “Habib”
Walaupun
Berstatus Keturunan Nabi, Quraish Sihab Enggan dipanggil “Habib”
Panggilan
habib atau kiai
seharusnya layak disandang oleh Quraish
Shihab. Secara berdasarkan silsilah dan kelimuan, tidak ada
orang yang
meragukannya. Akan tetapi secara pribadi, Quraish Sihab menolak dipanggil dengan
panggilan habib atau Kiai.
Mengapa Quraish Sihab tidak mau dipanggil Habib atau
Kiai?
Dalam
buku yang berjudul Cahaya, Cinta
dan Canda Quraish Shihab
dikisahkan
soal urusan kiai dan habib ini. Quraish hanya berkenan dipanggil habib oleh cucunya
saja, hal ini karena
beliau merasa lebih
cocok berdasarkan maknanya.
Di
kalangan orang Arab-Indonesia,
habib menjadi gelar bangsawan dari Timur
Tengah yang merupakan kerabat Nabi Muhammad atau Bani Hasyim, khususnya
dinisbatkan terhadap keturunan Nabi Muhammad melalui putrinya yang
bernama Fatimah
az-Zahra.
Selain itu, panggilan habib juga dijadikan
sebagai tanda orang
Arab-Indonesia yang mempunyai nenek moyang yang asalnya dari negara Yaman, khususnya
Hadhramaut. Kakek Quraish yang bernama Habib Ali bin Abdurrahman Shihab
asalnya dari Hadhramaut.
Habib
dalam
bahasa Arab berasal dari kata cinta. Jadi habib artinya ‘Yang mencintai’, atau dapat juga ‘Yang dicintai’. Akan
tetapi, kemudian artinya berkembang menjadi suatu
istilah, dinama habib
maknanya adalah
orang baik yang
berpengetahuan, orang teladan, dan seseorang yang mempunyai hubungan dengan nabi
Muhammad Saw.
baca juga : Alasan Dosa Nabi Adam as Diampuni oleh Allah Swt
Kedua alasan itulah yang membuat Quraish enggan dipanggil dengan
sebutan habib.
Padahal, sebagai orang yang menghabiskan usianya dengan
mendalami ilmu
pengetahuan, Quraish layak memperoleh gelar itu.
Quraish adalah
profesor doktor di
bidang Ilmu Tafsir, hafal kitab al-Quran,
pernah menjabat sebagai Rektor IAIN Jakarta dan juga mantan Menteri Agama. Akan tetapi
ia bersikukuh untuk tetap
menolak. Hal ini semata-mata
karena panggilan Itu mengandung unsur pujian.
Menurut
Quraish, gelar habib tidak perlu diberikan kepada sembarang orang. Seperti gelar
kesarjanaan, yang harus ada usaha untuk memperolehnya, maka gelar
habib pun harus
ada usaha, khususnya
dari akhlaknya.
“Saya
merasa, saya butuh untuk dicintai, saya ingin mencintai. Tapi rasanya saya
belum tepat
untuk dijadikan teladan. Karena itu saya
tidak dan belum ingin dipanggil habib,” kata Quraish dengan merendah.
Apalagi,
ayahnya juga mengajarkan bahwa kita tidak boleh menonjolkan garis keturunan.
Beliau enggan memakai
gelar “Haji”, “Sayyid”, atau “Kiai”. Bahkan tidak juga untuk gelar akademis.
Ada
sajak yang acap didendangkan Habib Abdurrahman dan ditulis dalam buku tersebut:
Kami,
kendati mempunyai
garis keturunan terhormat
Tidak
sekalipun mengandalkan garis keturunan
Kami
membangun sebagaimana leluhur kami membangun
Dan
berbuat serupa dengan apa yang mereka perbuat.
Tidak
hanya Quraish Sihab,
keluarga Shihab yang lain, seperti Alwi Shihab dan Umar Shihab, pun sependapat. Alwi lebih keras,
menyebut telah terjadi “inflasi habib”, karena penggunaan yang tidak pada tempatnya.
Bahkan sudah sampai pada tahap berkonotasi buruk, seperti didengar Quraish dari
sopir taksi, saat ia terjebak macet akibat adanya pengajian yang menutup badan
jalan.
Maka
mereka pun bersepakat, menggunakan gelar habib hanya sekedar
panggilan untuk
kakek. “Karena kakek itu sangat menyayangi cucunya, terkadang lebih dari sayang kepada anaknya. Cucu juga terkadang lebih menyayangi kakeknya daripada bapaknya,”
kata Quraish.
Pesan
lain dari penolakan itu untuk memberikan contoh keteladanan, siapa yang layak diberi gelar kehormatan.
Tidak hanya sapaan habib, Quraish
juga enggan
dipanggil “kiai”. Lagi-lagi alasan
serupa, gelar itu jabatan yang sangat tinggi. Baginya, kiai merupakan
ulama besar yang
tulus. Tapi, kata ‘besar’
itu bisa mengandung pujian. Sesuatu yang sering kali ia hindari. Belum lagi, panggilan kiai juga mengalami inflasi,
karena digunakan oleh banyak orang yang berpotensi menurunkan makna
sebenarnya.
Ia
mencontohkan seseorang dengan gelar ki
atau kiai yang sedang bermasalah karena penipuan pengobatan alternatif.
baca juga : Kisah Nabi Ibrahim as. Mencari Tuhan
“Jadi
sudah deh nggak usah repot-repot pangil saya habib atau kiai. Panggil saya
ustadz saja,” katanya tergelak. Ia tidak menolak, karena ustadz artinya
adalah guru, dan
ia sejak belia sudah menjadi pengajar, dengan gelar tertinggi sebagai Rektor IAIN.
Posting Komentar untuk "Walaupun Berstatus Keturunan Nabi, Quraish Sihab Enggan dipanggil “Habib”"
Silahkan berkomentar . .